Rabu, 14 September 2016

SEJARAH PANJANG WANITA AHLUL JANNAH, SITI KHODIJAH BINTI KHUWAILID

SEJARAH PANJANG WANITA AHLUL JANNAH, SITI KHODIJAH BINTI KHUWAILID

Ikhwan/Akhwat fillah, baca yg khusu', jangan asal LIKE. Bacalah hingga akhir tulisan

Khodijah binti Khuwailid adalah sebaik-baik wanita ahli surga. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Sebaik-baik wanita ahli surga adalah Maryam binti Imron dan Khodijah binti Khuwailid.”

Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Alloh untuk memberikan keturunan bagi Rasululloh Shallallahu alaihi wassalam.

Menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai kesusahan pada fase awal jihad penyebaran agarna Alloh kepada seluruh umat manusia.

Khodijah adalah wanita yang hidup dan besar di lingkungan Suku Quraisy dan lahir dari keluarga terhormat pada lima belas tahun sebelum Tahun Gajah, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin mempersuntingnya.

Sebelum menikah dengan Rasululloh, Khodijah pernah dua kali menikah. Suami pertama Khodijah adalah Abu Halah at-Tamimi, yang wafat dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Pernikahan kedua Khodijah adalah dengan Atiq bin Aidz bin Makhzum, yang juga wafat dengan meninggalkan harta dan perniagaan.

Dengan demikian, Khodijah menjadi orang terkaya di kalangan suku Quraisy.

A. Wanita Suci

Sayyidah Khodijah dikenal dengan julukan wanita suci sejak perkawinannya dengan Abu Halah dan Atiq bin Aidz karena keutamaan ãkhlak dan sifat terpujinya. Karena itu, tidak heran jika kalangan Quraisy memberikan penghargaan dan berupa penghormatan yang tinggi kepadanya.

Kekayaan yang berlimpahlah yang menjadikan Khodijah tetap berdagang. Akan tetapi, Khodijah merasa tidak mungkin jika sernua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak mungkin jika dia harus terjun langsung dalam berniaga dan bepergian membawa barang dagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas.

Kondisi itulah yang menyebabkan Khodijah mulai mempekerjakan beberapa karyawan yang dapat menjaga amanah atas harta dan dagangannya. Untuk itu, para karyawannya menerima upah dan bagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Walaupun pekerjaan itu cukup sulit, bermodalkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan pikiran yang didukung oleh pengetahuan dasar tentang bisnis dan bekerja sama, Khodijah mampu menyeleksi orang-orang yang dapat diajak berbisnis. Itulah yang mengantarkan Khodijah menuju kesuksesan yang gemilang.

B. Pemuda yang Jujur

Khodijah memiliki seorang pegawai yang dapat dipercaya dan dikenal dengan nama Maisaroh. Dia dikenal sebagai pemuda yang ikhlas dan berani, sehingga Khodijah pun berani melimpahkan tanggung jawab untuk pengangkatan pegawai baru yang akan mengiring dan menyiapkan kafilah, menentukan harga, dan memilih barang dagangan. Sebenarnya itu adalah pekerjaan berat, namun penugasan kepada Maisaroh tidaklah sia-sia.

C. Pemuda Pemegang Amanah

Kaum Quraisy tidak mengenal pemuda mana pun yang waro', takwa, dan jujur selain Muhammad bin Abdulloh, yang sejak usia lima belas tahun telah diajak oleh Maisarah untuk menyertainya berdagang.
Seperti biasanya, Maisaroh menyertai Muhammad ke Syam untuk membawa dagangan Khodijah, karena memang keduanya telah sepakat untuk bekerja sama. Perniagaan mereka ketika itu memberikan keuntungan yang sangat banyak sehingga Maisaroh kembali membawa keuntungan yang berlipat ganda. Maisaroh mengatakan bahwa keuntungan yang mereka peroleh itu berkat Muhammad yang berniaga dengan penuh kejujuran. Maisaroh menceritakan kejadian aneh selama melakukan perjalanan ke Syam dengan Muhammad. Selama perjalanan, dia melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Muhammad yang seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang rahib yang bernama Buhairoh, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebagaimana telah tertulis di dalam Taurat dan Injil.

Cerita-cerita tentang Muhammad itu meresap ke dalam jiwa Khodijah, dan pada dasarnya Khodijah pun telah merasakan adanya kejujuran, amanah,dan cahaya yang senantiasa menerangi wajah Muhammad. Perasaan Khodijah itu menimbulkan kecenderungan terhadap Muhammad di dalam hati dan pikirannya, sehingga dia menemui anak pamannya, Waraqoh bin Naufal, yang dikenal dengan pengetahuannya tentang orang- orang terdahulu. Waraqoh mengatakan bahwa akan muncul nabi besar yang dinanti-nantikan manusia dan akan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Alloh. Penuturan Waraqoh itu menjadikan niat dan kecenderungan Khodijah terhadap Muhammad semakin bertambah, sehingga dia ingin menikah dengan Muhammad.

Setelah itu dia mengutus Nafisah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah untuk meneliti lebih jauh tentang Muhammad, sehingga akhirnya Muhammad diminta menikahi dirinya.

Ketika itu Khodijah berusia empat puluh tahun, namun dia adalah wanita dari golongan keluarga terhormat dan kaya raya, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya. Muhammad pun menyetujui permohonan Khodijah tersebut. Maka, dengan salah seorang pamannya, Muhammad pergi menemui paman Khodijah yang bernama Amru bin As’ad untuk meminang Khadijah.

D. Istri Pertama Rasulullah

Alloh menghendaki pernikahan hamba pilihan-Nya itu dengan Khodijah. Ketika itu, usia Muhammad baru menginjak dua puluh lima tahun, sementara Khodijah empat puluh tahun. Walaupun usia mereka terpaut sangat jauh dan harta kekayaan mereka pun tidak sepadan, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang aneh, karena Alloh Subhanahu wa ta’ala telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.

Khodijah adalah istri Nabi yang pertama dan menjadi istri satu-satunya sebelum dia rneninggal. Alloh menganugerahi Nabi Shollallahu 'alaihi wassalam. melalui rahim Khodijah beberapa orang anak ketika dibutuhkan persatuan dan banyaknya keturunan. Dia telah mernberikan cinta dan kasih sayang kepada Rosululloh Shollallahu alaihi wassalam.

Pada saat-saat yang sulit dan tindak kekerasan dan kekejaman datang dari kerabat dekat. Bersama Khadijah, Rosululloh Shollallahu alaihi wassalam. memperoleh perlakuan yang baik serta rumah tangga yang tenteram damai, dan penuh cinta kasih, setelah sekian lama beliau merasakan pahitnya menjadi anak yatirn piatu dan miskin.
E. Putra-putri Rosululloh Shollallahu alaihi wassalam

Khadijah melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu Qosim dan Abdulloh serta empat orang anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqoyah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Seluruh putra dan putrinya lahir sebelum masa kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah, Abdullah kemudian dijuluki ath-Thayyib (yang balk) dan ath-Thahir (yang suci).

Zainab banyak rnenyerupai ibunya. Setelah besar, Zainab dinikahkan dengan anak bibinya, Abul Ash ibnur Rabi’. Pernikahan Zainab ini merupakan peristiwa pertama Rosululloh rnenikahkan putrinya, dan yang terakhir beliau menikahkan Ummu Kultsum dan Ruqoyah dengan dua putra Abu Lahab, yaitu Atabah dan Utaibah. Ketika Nabi Shollallohu alaihi wassalam. diutus menjadi Rosul, Fathimah az-Zahra, putri bungsu beliau masih kecil.

Selain mereka ada juga Zaid bin Haritsah yang sering disebut putra Muhammad. Semula, Zaid dibeli oleh Khodijah dari pasar Mekkah yang kemudian dijadikan budaknya. Ketika Khodijah menikah dengan Muhammad, Khodijah memberikan Zaid kepada Muhammad sebagai hadiah.

Rosululloh sangat mencintai Zaid karena dia memiliki sifat-sifat yang terpuji. Zaid pun sangat mencintai Rosululloh. Akan tetapi di tempat lain, ayah kandung Zaid selalu mencari anaknya dan akhirnya dia mendapat kabar bahwa Zaid berada ditempat Muhammad dan Khodijah. Dia mendatangi Rosululloh Shollallahu alaihi wassalam untuk memohon agar beliau mengembalikan Zaid kepadanya walaupun dia harus membayar mahal.

Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam memberikan kebebasan penuh kepada Zaid untuk memilih antara tetáp tinggal bersamanya dan ikut bersama ayahnya. Zaid tetap memilih hidup bersama Rosululloh, schingga dan sinilah kita dapat mengetahu isifat mulia Zaid. Agar pada kemudian hari nanti tidak menjadi masalah yang akan memberatkan ayahnya, Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam. dan Zaid bin Haritsah menuju halaman Ka’bah untuk mengumumkan kebebasan Zaid dan pengangkatan Zaid sebagai anak. Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan merasa tenang. Dari situlah mengapa banyak yang menjuluki Zaid dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum pengangkatan anak itu gugur setelah turun ayat yang membatalkannya, karena hal itu merupakan adat jahiliah, sebagaimana firman Alloh berikut ini:” … jika kamu mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah merela sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu … ” (QS.At-Taubah:5)

F. Pada Masa Kenabian Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.

Muhammad bin Abdulloh hidup berumah tangga dengan Khodijah binti Khuwailid dengan tenterarn di bawah naungan akhlak mulia dan jiwa suci sang suami. Ketika itu, Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam. menjadi tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan Rosululloh dihadapan mereka pada masa prakenabian.

Beliau menyendiri di Gua Hira, menghambakan diri kepada Alloh Yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim a.s. Khodijah sangat ikhlas dengan segala sesuatu yang dilakukan suaminya dan tidak khawatir selama ditinggal suaminya. Bahkan dia menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman selama beliau di dalam gua, karena dia yakin bahwa apa pun yang dilakukan suaminya merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia.

Ketika itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun. Suatu ketika, seperti biasanya beliau menyendiri di Gua Hira –waktu itu bulan Ramadhan–. Beliau sangat gemetar ketika mendengar suara gaib Malaikat Jibril memanggil beliau. Malaikat Jibril menyuruh beliau membaca, namun beliau hanya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Akhirnya, Malaikat Jibril mendekati dan mendekap beliau ke dadanya, seraya berkata, “Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika itu Muhammad sangat bingung dan ketakutan, seraya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Mendengar itu, Malaikat Jibril mempererat dekapannya, dan berkata, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu lah Yang Maha Mulia. Dia mengajari manusia dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan segala sesuatu yang belum mereka ketahui.” Rosululloh Muhammad mengikuti bacaan tersebut.

Keringat deras mengucur dari seluruh tubuhnya sehingga beliau kepayahan dan tidak menemukan jalan menuju rumah. Khodijah melihat beliau dalam keadaan terguncang seperti itu, kemudian memapahnya ke rumah, serta berusaha menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran yang memenuhi dadanya. “Berilah aku selimut, Khodijah!” Beberapa kali beliau meminta istrinya menyelimuti tubuhnya. Khodijah memberikan ketenteraman kepada Raoululloh dengan segala kelembutan dan kasih sayang sehingga beliau merasa tenteram dan aman. Beliau ridak langsung menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kepada Khodijah karena khawatir Khodijah menganggapnya sebagai ilusi atau khayalan beliau belaka.

G. Pribadi yang Agung

Setelah rasa takut beliau hilang, Khodilah berupaya agar Rosulullah Shollallohu alaihi wassalam. mengutarakan apa yang telah dialaminya, dan akhirnya beliau pun menceritakan peristiwa yang baru dialaminya. Khodijah mendengarkan cerita suaminya dengan penuh minat dan mempercayai semuanya, sehingga Rosulullah Shollallohu alaihi wassalam. merasa bahwa istrinya pun menduga akan terjadinya hal-hal seperti itu.

Sejak semula Khodijah telah yakin bahwa suaminya akan menerima amanat Alloh Yang Maha Besar untuk seluruh alam semesta. Kejadian tersebut merupakan awal kenabian dan tugas Muhammad menyampaikan amanat Alloh kepada manusia. Hal itu pun merupakan babak baru dalam kehidupan Khodijah yang dengannya dia harus mempercayai dan meyakini ajaran Rosululloh Muhammad, sehingga Rosulullaloh mengatakan, “Aku rnengharapkannya menjadi benteng yang kuat bagi diriku.”

Di sinilah tampak kebesaran pribadi serta kematangan dan kebijaksanaan pemikiran Khodijah. Khodijah telah mencapai derajat yang tinggi dan sempurna, yang belum pernah dicapai oleh wanita mana pun. Dia telah berkata kepada Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam, “Demi Alloh, Alloh tidak akan menyia nyiakanrnu Engkau selalu menghubungkan silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menolong orang papa, menghorrnati tamu, dan membantu meringankan derita dan musibah orang lain.”

Setelah Rosululloh merasa tenteram dan dapat tidur dengan tenang, Khodijah mendatangi anak pamannya, Waraqoh bin Naufal, yang tidak terpengaruhi tradisi jahiliah. Khodijah menceritakan kejadian yang dialami suaminya. Mendengar cerita mengenai Rosululloh, Waraqoh berseru, “Maha Mulia…Maha Mulia…. Demi yang jiwa Waraqoh dalam genggaman-Nya, kalau kau percaya pada ucapanku, maka apa yang diihat Muhammad di Gua Hira itu merupakan suratan yang turun kepada Musa dan Isa sebelumnya, dan Muhammad adalah nabi akhir zaman, dan namanya tertulis dalam Taurat dan Injil.”

Mendengar kabar itu, Khodijah segera menemui suaminya (Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam) dan menyampaikan apa yang dikatakan oleh Waraqoh. Awal Masa Jihad di Jalan Alloh Khodijah meyakini seruan suaminya dan menganut agarna yang dibawanya sebelum diumumkan kepada rnasyarakat. Itulah langkah awal Khodijah dalam menyertai suaminya berjihad di jalan Alloh dan turut menanggung pahit getirnya gangguan dalam menyebarkan agama Alloh.

Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mendatangi Muhammad Shollallohu alaihi wassalam. untuk membawa wahyu kedua dari Alloh: “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah)  Tuhanmu, bersabarlah” (QS. Al-Muddatstir:1-7).

Ayat di atas merupakan perintah bagi Rosululloh untuk mulai berdakwah kepada kalangan kerabat dekat dan ahlulbait beliau. Khodijah adalah orang pertama yang menyatap kan beriman pada risalah Rosululloh Muhammad dan menyatakan kesediaannya menjadi pembela setia Nabi. Kemudian menyusul Ali bin Abi Tholib, anak paman Rosululloh yang sejak kecil diasuh dalam rumah tangga beliau.

Ali bin Abi Tholib adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, kemudian Zaid bin Haritsah, hamba sahaya Rosululloh yang ketika itu dijuluki Zaid bin Muhammad.

Dari kalangan laki-laki dewasa, mulailah Abu Bakar masuk Islam, diikuti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqosh, az-Zubair ibnu Awam, Tholhah bin Ubaidilah, dan sahabat-sahat lainnya. Mereka masuk menyatakan Islam secara sembunyi-sembunyi sehingga harus melaksanakan shalat di pinggiran kota Mekah.

I. Masa Berdakwah Terang-terangan

Setelah berdakwah secara sembunyi- sembunyi, turunlah perintah Alloh kepada Rosululloh untuk memulai dakwah secara terang-terangan. Karena itu, datanglah beliau ke tengah-tengah umat seraya berseru lantang, “Allohu Akbar, Allohu Akbar… Tiada Tuhan selain Alloh, tiada sekutu bagi-Nya, Dia tidak melahirkan, juga tidak dilahirkan.” Seruan beliau sangat aneh terdengar di telinga orang-orang Quraisy. Rosululloh Muhammad memanggil manusia untuk beribadah kepada Tuhan Yang Satu, bukan Laatta, Uzza, Hubal, Manat, serta tuhan-tuhan lain yang mernenuhi pelataran Ka’bah.

Tentu saja mereka menolak, mencaci maki, bahkan tidak segan-segan menyiksa Rosululloh. Setiap jalan yang beliau lalui ditaburi kotoran hewan dan duri.

Khodijah tampil mendampingi Rosululloh dengan penuh kasih sayang, cinta, dan kelembutan. Wajahnya senantiasa membiaskan keceriaan, dan bibirnya meluncur kata-kata jujur.

Setiap kegundahan yang Rosululloh lontarkan atas perlakuan orang-orang Quraisy selalu didengarkan oleh Khadijah dengan penuh perhatian untuk kemudian dia memotivasi dan rnenguatkan hati Nabi Muhammad Shollallohu alaihi wassalam.

Bersama Rosululloh, Khodijah turut menanggung kesulitan dan kesedihan, sehingga tidak jarang dia harus mengendapkan perasaan agar tidak terekspresikan pada muka dan mengganggu perasaan suaminya.

Yang keluar adalah tutur kata yang lemah lembut sebagai penyejuk dan penawar hati.

Orang yang paling keras menyakiti Rasulullah adalah paman beliau sendiri, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab, beserta istrinya, Ummu Jamil. Mereka memerintah anak-anaknya untuk memutuskan pertunangan dengan kedua putri Rosululloh, Ruqoyah dan Ummu Kultsum. Walaupun begitu, Alloh telah menyediakan pengganti yang lebih mulia, yaitu Utsman bin Affan bagi Ruqoyah.

Alloh mengutuk Abu Lahab lewat firman-Nya :“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang dilehernya ada tali dan sabut. “ (QS. Al-Lahab:1-5)

Khpdijah adalah tempat berlindung bagi Rosululloh. Dari Khodijah, beliau memperoleh keteduhan hati dan keceriaan wajah istrinya yang senantiasa menambah semangat dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarluaskan agama Alloh ke seluruh penjuru. Khodijah pun tidak memperhitungkan harta bendanya yang habis digunakan dalam perjuangan ini. Sementara itu, Abu Tholib, parnan Rosululloh, menjadi benteng pertahanan beliau dan menjaga beliau dari siksaan orang-orang Quraisy, sebab Abu Tholib adalah figur yang sangat disegani dan diperhitungkan oleh kaum Quraisy.

J. Pemboikotan Kaum Quraisy terhadap Kaum Muslimin

Setelah berbagai upaya gagal dilakukan untuk menghentikan dakwah Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam, baik itu berupa rayuan, intimidasi, dan penyiksaan, kaum Quraisy memutuskan untuk memboikot dan mengepung kaum muslimin dan menulis deklarasi yang kemudian digantung di pintu Ka’bah agar orang-orang Quraisy memboikot kaum muslimin, termasuk Rosululloh, istrinya, dan juga pamannya. Mereka terisolasi di pinggiran kota Mekah dan diboikot oleh kaum Quraisy dalam bentuk embargo atas transportasi, komunikasi, dan keperluan sehari-hari lainnya.

Dalam kondisi seperti itu, Rosululloh dan istrinya dapat bertahan, walaupun kondisi fisiknya sudah tua dan lemah. Ketika itu kehidupan Khodijah sangat jauh dan kehidupan sebelumnya yang bergelimang dengan kekayaan, kemakmuran, dan ketinggian derajat. Khodijah rela didera rasa haus dan lapar dalam mendampingi Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam. dan kaum muslimin. Dia sangat yakin bahwa tidak lama lagi pertolongan Alloh akan datang.

Keluarga mereka yang lain, sekali-kali dan secara sembunyi-sembunyi, mengirimkan makanan dan minuman untuk mempertahankan hidup. Pemboikotan itu berlangsung selama tiga tahun, tetapi tidak sedikit pun menggoyahkan akidah mereka, bahkan yang mereka rasakan adalah bertambah kokohnya keimanan dalam hati. Dengan demikian, usaha kaum Quraisy telah gagal, sehingga mereka mengakhiri pemboikotan dan membiarkan kaum muslimin kembali ke Mekah.

Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam. pun kembali menyeru nama Alloh Yang Mulia dan melanjutkan jihad beliau.

K. Wafatnya Khodijah

Beberapa hari setelah pemboikotan, Abu Tholib jatuh sakit, dan semua orang meyakini bahwa sakit kali ini merupakan akhir dari hidupnva. Dalam keadaan seperti itu, Abu Sufjan dan Abu Jahal membujuk Abu Tholib untuk menasehati Muhammad agar menghentikan dakwahnya, dan sebagai gantinya adalah harta dan pangkat. Akan tetapi, Abu Tholib tidak bersedia, dan dia mengetahui bahwa Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam tidak akan bersedia menukar dakwahnya dengan pangkat dan harta sepenuh dunia. Abu Thalolib meninggal pada tahun itu pula, maka tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni ( tahun kesedihan ) dalam kehidupan Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam. Sebaliknya, orang-orang Quraisy sangat gembira atas kematian Abu Tholib itu, karena mereka akan lebih leluasa mengintimidasi Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam. dan pengikutnya.

Pada saat kritis menjelang kematian pamannya, Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam. membisikkan sesuatu, Secepat ini aku kehilangan engkau?

Pada tahun yang sama, Sayyidah Khodijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan karena pemboikotan itu. Semakin hari, kondisi badannya semakin menurun, sehingga Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam. semakin sedih. Bersama Khodijahlah Rosululloh Shollallohu alaihi wassalam. membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia enam puluh lima tahun, Khodijah meninggal, menyusul Abu Tholib.

Khadijah dikuburkan di dataran tinggi Mekkah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun. Rosululloh Shollallahu alaihi wassalam. sendiri yang mengurus jenazah istrinya, dan kalimat terakhir yang beliau ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Maryam binti Imran dan Khodijah binti Khuwailid.”

Khadijah meninggal setelah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita lain;

√ Dia adalah Ummul Mukminin istri Rosululloh yang pertama,

√ Dialah wanita pertama yang mempercayai risalah Rosululloh, dan

√ Dia wanita pertama yang melahirkan putra-putri Rosululloh.

√ Dia merelakan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan jihad di jalan Alloh.

√ Dialah orang pertama yang mendapat kabar gembira bahwa dirinya adalah ahli surga.

Kenangan terhadap Khodijah senantiasa lekat dalam hati Rosululloh sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Khodijah binti Khuwailid dan semoga Alloh memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Aamiin.

Foto Rumah Sayyidatuna Khodijah Al Kubro sebelum diruntuhlan pemerintah Su'ud dan Kaum Wahabby ( 6 Foto ) dan Makam Sayyidatuna Khodijah Al Kubro dindataran tinggi mekkah ( Al Hajun )

©zawiyyahmahabbah@2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Burung Hantu Istimewa

  Burung Hantu