Home

KHILAF



Dalam pemikiran diri setiap manusia terdapat dua pendapat yang masing – masing berlawanan yaitu suatu rasa yang berasal dari pengaruh – pengaruh sadar ataupun tak sadar (Bersifat Negatif – Nafsu) dan suatu rasa yang timbul dari dalam sebenar – benarnya hati sadar ataupun tak sadar mengakui dan yang mengetahui hanyalah Tuhan dengan dirinya (bersifat Positif – Mutmainnah).



Salah satu contoh tingkatan kecil “Nafsu yaitu Keras kepala” adalah awal dari sebuah gambaran kehancuran hidup seseorang yang memungkinkan mampu menjadikan seseorang terpuruk dan tak terkendali hingga lebih buruk lagi.

Kemudian salah satu contoh tingkatan kecil “Mutmainnah yaitu Bersyukur” adalah awal dari gambaran kesuksesan hidup seseorang yang memungkinkan mampu menjadikan seseorang tulus dan tak pernah berhenti hingga lebih baik lagi.



Khalil Gibran (1883-1931 M)


Kau adalah ruh dari ruh alam semesta

Kebun-kebun kami subur dan riang



Disebabkan curahan kasihsayang-Mu

Namun karena rumah Cinta telah kami tinggalkan

Lihat, jiwa kami kini kerontang jadinya

Dan Kau pun lari meninggalkan kami



Melalui seruling kehidupan Kautiupkan lagu

“Sungguh, takkan berubah nasib suatu kaum

Jika tak mampu merubah alam pikirannya yang beku”



Hibur hati kami yang sedih, tuang

Anggur cerlang dan hangat itu sekali lagi

Ke dalam gelas dan tenggorokan kami yang hampa



Himpunlah daun yang berserak-serak ini

Jadikan kembali pohon penghias tamanmu naung

Sungguh, hidup ini akan iri pada mati

Jika mati demi Kau dan di jalan-Mu pula

Tinggallah dalam jiwa kami sekali lagi

Dengar seruan ‘Aku lebih dekat’-Mu dalam kalbu kami



Jangan sembunyikan wajah pemurah-Mu

Dari tatapan mata kami yang kosong

Jadikan kami sekali lagi pemikul ayat-ayat-Mu

Beri kami ketaatan mengabdi demi satu tujuan

Padukan iman kami seperti Ibrahim

Bisikkan pada hati kami, “Jangan takut kepada selain Tuhan!”



Jika hati kami terlalu liat dan keras

Lembutkan dan rubah jadi lantunan merdu suara Daud

Jika lembek, tempalah jiwa kami seperti Kau tempa jiwa Musa

Jika redup, nyalakan lagi suluh terang Rumi di rumah kami

Jika ciut, karuniai kami ketabahan Ayub dan Yusuf

Berpangku tangan bukan kebiasaan orang beriman



Jadikan lagi kami puncak gunung dengan api menyala

Agar berhala keraguan dapat kami hancurkan.

Karena kunci Tauhid telah lepas dari tangan umat

Lihat, kini kami tercerai berai di papan catur kehidupan

Bintang-bintang kami redup di keluasan langit kelam

Menunggu sirna dihalau sinar matahari siang



Kami ini satu rumpun, sebuah keluarga besar

Arab, Jawa, Persia, Tajik dan Melayu

Namun kami tak lagi saling mengenal

Hidupkan lagi ajaran saling mencinta antara kami

Pun umat dan kaum yang lain

Sebab jika satu kaum saja yang mencinta di bumi ini

Tentu dunia ini akan tetap porak poranda



Malam-malam kami hampa, siang-siang kami kerontang

Apa arti hidup ini jika hanya memohon dan meratapi takdir?

Mengapa pula kami harus membangun rumah untuk orang lain

Dan lupa menjelmakan keinginan kami sendiri?

Ombak bergumul ombak, karang bertarung melawan gelombang

Dari perarungan hidup dan mati ini

Akan terjelma lagu merdu kehidupan



Meminta-minta bukan kebiasaan mukmin sejati

Haram baginya tidak memasak makanannya sendiri

Karuniai lagi kami cinta Salman dan Bilal

Ubahlah hati umat yang kecut menjadi manis

Ajari lagi kami rahasia La ilah

Bisikkan kembali makna Illa`Llah ke dalam kalbu kami



Tuntun lagi kami berkhidmat menaati kewajiban

Kau Maha Mulia, sedang kami begitu hina

Limpahi lagi kemulian pada kami yang dina ini

Beri kami kekayaan hati seperti Sayidina Ali

Anugerahi lagi kami semangat mencari seperti al-Kindi dan Biruni

Beri kami lagi kejembaran pikiran Ibn Sina dan al-Ghazali



Telah lama kami ratapi takdir

Namun takdir selalu menghindar dari kami

Umat hanya gemar berdoa dan memohon

Namun pelita budi dan akal mereka telah padam

Kekayaan hikmah dan kearifan dari kalam suci-Mu

Telah terkubur oleh kebodohan dan taklid buta



Apa arti hidup, jika tidak untuk menjelmakan diri

Mengapa kami harus membangun rumah

Menurut rancangan dan keinginan orang lain?

Kau adalah jiwa dari jiwa alam semesta

Tampiklah kami jika hanya gemar memohon

Ajari kami berikhtiar menyingkap ta(MI҇*ހ 5 s A= ebr />

Kami ini faqir, hanya kepada-Mu berlindung

Beri kami kesetiaan mengabdi demi satu tujuan

Malam-malam kami hampa, siang-siang kami kerontang

Kami kaya, namun kebodohan telah merampas kekayaan kami

Kegemaran kami bukan memohon, namun jika kami memohon

Lindungi kami dari tangan si zalim seperti Namrud dan Fir’aun



Kau Maha Besar, jangan biarkan kami

Porak poranda di tengah kebesaran-Mu

Perlihatkan wajah pemurah-Mu pada penglihatan kalbu

Dengar seruan dalam hati kami senantiasa

“Timur dan Barat adalah milik-Nya” “Dan ke mana pun

kau memandang, akan kaulihat wajah Tuhan!”



Ajari lagi kami rahasia makna Kun Fayakun

Tanamkan lagi ke dalam kalbu kami

Kalimat agung Alastu birabbikum!

Terangi ruang ini dengan lampu Wa Huwa ma`akum

Sesungguhnya Dia senantiasa bersamamu

Campakkan semua kepura-puraan ini



Jadikan lagi kami khalifah-Mu di muka bumi

Baghdad, Kordoba, Bukhara – kini hanya tinggal nama,

Pun Isfahan, Agra dan Aceh Darussalam

Gemakan lagi panggilan azan-Mu dari lubuk hati kami

Ajari kami sekali lagi makna seruan “Tak gentar!”

Hingga kami terbangun dari tidur yang nyenyak ini



__________

Mekkah – Jakarta 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Burung Hantu Istimewa

  Burung Hantu